Wednesday, December 14, 2005

Protokol Kyoto Akhirnya Sah Berkekuatan Hukum

For Immediate Release
16 February, 2005; 09:00

Perjalanan panjang sebuah negosiasi internasional yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia

Jakarta, 15 Februari 2005 – Protokol Kyoto akhirnya resmi berkekuatan hukum secara internasional tepat pada 16 Februari 2005, setelah melewati berbagai negosiasi yang alot dan cukup panjang sejak tahun 1997. “Keberhasilan dunia membuat Protokol Kyoto berkekuatan hukum tanpa Amerika Serikat sebagai kontributor emisi terbesar dunia menunjukkan bahwa komunitas internasional mengakui perubahan iklim merupakan masalah global yang harus ditangani bersama,” ujar Agus P. Sari, Direktur Eksekutif Pelangi.

Protokol ini resmi berkekuatan hukum tepat 90 hari setelah kedua persyaratannya terpenuhi. Tepatnya setelah Rusia resmi meratifikasi Protokol Kyoto pada 18 November 2004. Adapun persyaratan yang dimaksud yaitu:
a. Protokol Kyoto telah diratifikasi oleh minimal 55 negara;
b. Total emisi negara maju yang meratifikasi minimal mewakili 55% total emisi negara-negara tersebut pada tahun 1990.

Ketentuan utama Protokol Kyoto yaitu mewajibkan negara-negara maju untuk mengurangi total emisi rata-rata mereka sebesar 5,2% di bawah tingkat emisi mereka pada tahun 1990 dalam periode tahun 2008 – 2012.

Namun disadari bahwa upaya pengurangan emisi GRK saja tidak cukup, mengingat bahwa sebesar apapun upaya yang dilakukan, perubahan iklim beserta dampak-dampaknya tetap akan terjadi. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya tindakan adaptasi untuk menghadapi dan menanggulangi bencana-bencana alam tersebut.

Indonesia sebagai negara berkembang tidak dikenakan kewajiban untuk menurunkan emisinya. Namun, sebagai negara kepulauan dengan kegiatan ekonomi yang sebagian besar berbasis pada sumber daya alam, seperti pertanian, perikanan dan kehutanan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. ”Diperkirakan, sebesar 10 persen dari pendapatan nasional Indonesia akan hilang akibat dampak perubahan iklim ini pada pertengahan abad 21 ini,” menurut Olivia, Peneliti Perubahan Iklim Pelangi. Oleh karena itu, upaya adaptasi terhadap perubahan iklim sangatlah penting untuk dilakukan dalam menyelamatkan kehidupan masyarakat di Indonesia.

Indonesia yang telah meratifikasi Protokol Kyoto pada 3 Desember 2004, melalui UU no. 17/ 2004, sesungguhnya akan menerima banyak manfaat dari Protokol Kyoto. “Melalui dana untuk adaptasi yang disediakan melalui protokol ini, Indonesia bisa meningkatkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan dampak-dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut, pergeseran garis pantai, musim kemarau yang semakin panjang, serta musim hujan yang semakin pendek periodenya, namun semakin tinggi intensitasnya,” tambah Olivia.

Selain itu Indonesia juga bisa segera mengambil manfaat dari pengembangan proyek CDM (Clean Development Mechanism – Mekanisme Pembangunan Bersih). ”Berdasarkan perhitungan, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi sebesar 125 – 300 juta ton, yang diperkirakan akan memberikan manfaat sebesar $81,5 juta - $1,26 milyar,” ungkap Olivia.

Sampai saat ini sudah ada beberapa kegiatan CDM yang sedang dipersiapkan di Indonesia, misalnya proyek mengganti rencana pembangunan pembangkit listrik batubara dengan geothermal yang dilakukan Unocal Indonesia dan Amoseas Indonesia, atau efisiensi energi untuk produksi di pabrik seperti yang dilakukan Indocement Indonesia.

Resminya Protokol Kyoto berkekuatan hukum tahun ini hanyalah langkah awal dalam menangani perubahan iklim. Banyak hal yang harus dibahas tahun ini dan tahun-tahun berikutnya, antara lain: akan dilakukan evaluasi kemajuan nyata yang telah dicapai oleh Para Pihak (Conference of the Parties) sejak dicetuskannya Konvensi Perubahan Iklim pada tahun 1992; tahun ini merupakan deadline untuk mengisi semua funds yang dibentuk dan telah dijanjikan pada tahun 2000; negosiasi mengenai apa yang akan terjadi setelah periode komitmen pertama Protokol Kyoto (2008 -2012); serta membahas komitmen yang akan diterapkan bagi negara-negara yang saat ini belum dikenakan kewajiban menurunkan emisi, seperti Indonesia.

Sebagai informasi, Pelangi akan menghadiri perayaan resminya Protokol Kyoto berkekuatan hukum yang akan diselenggarakan di Kyoto, pada 16 Februari 2005. Pada tanggal tersebut akan diselenggarakan seminar mengenai kolaborasi internasional untuk melawan pemanasan globalyang dilanjutkan dengan menyampaikan pesan berupa rekaman video dari pimpinan berbagai negara sebagai seruan untuk bersama-sama berupaya menekan laju perubahan iklim.

Selain itu, pada tanggal 15 Februari, Pelangi bersama Friends of the Earth Jepang, mengadakan sebuah workshop di Tokyo mengenai rejim perubahan iklim pasca 2012 yang ramah lingkungan dan adil.


Catatan untuk editor:

Clean Development Mechanism (Mekanisme Pembangunan Bersih): salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto yang memungkinkan egara maju untuk melakukan penurunan emisi di luar negaranya, melalui usaha penurunan emisi di egara berkembang. Nantinya, kredit penurunan emisi yang dihasilkan akan dimiliki oleh egara maju tersebut. Selain membantu egara maju dalam memenuhi target penurunan emisi, CDM juga bertujuan membantu egara berkembang dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di egara tuan rumah. CDM merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan egara berkembang.

Pemanasan global dan perubahan iklim adalah sebuah fenomena meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar (minyak, gas dan batubara), perubahan tata guna lahan dan kehutanan, pertanian dan peternakan.

Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin tinggi intensitasnya, dll. Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal panen, krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dll,

Sejak tahun 1995, dunia internasional melakukan pertemuan rutin setiap tahun, Conference of the Parties, untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan perubahan iklim, termasuk solusi yang harus dilakukan. Pada tahun 1997 disepakati sebuah ketentuan untuk menangani masalah perubahan iklim, yaitu Protokol Kyoto.

- nn
http://www.pelangi.or.id/press.php?persid=69

0 Comments:

Post a Comment

<< Home