Wednesday, December 14, 2005

Kadar Timbel Bensin Masih Sangat Tinggi

Jakarta, Kompas - Kadar timbel (Pb) dalam bensin yang dipasok ke beberapa kota masih sangat tinggi. Di Bandung, Yogyakarta, Makassar, Palembang, dan Medan ditemukan kadar timbel dalam bensin jauh di atas ketentuan 0,013 gram/liter.

Hasil pengujian bahan bakar minyak (BBM) pada 10 kota oleh Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan, kadar timbel dalam bensin di Yogyakarta 0,068 g/l, Bandung 0,117 g/l, Medan 0,213 g/l, Makassar 0,272 g/l, dan Palembang 0,528 g/l.

Sampel yang diambil di Semarang, Surabaya, Batam, Denpasar, dan Jakarta, menunjukkan bahwa bensin tanpa timbel telah dipasok ke daerah tersebut. Namun demikian, ditemukan satu sampel dari Semarang dan dua sampel dari Surabaya dengan kadar timbel di atas 0,013 g/l.

”Ini kemungkinan disebabkan belum selesainya proses cleaning-up oleh pemasokan bensin tanpa timbel dari kilang Balongan,” kata Koordinator KPBB Ahmad Safrudin, saat memaparkan hasil pemantauan itu di Jakarta, Selasa (22/11).

Menurut Ahmad, masih dipasoknya bensin bertimbel ke sebagian besar kota akan berimplikasi pada berlanjutnya pencemaran timbel di udara dan tingginya kadar timbel dalam darah masyarakat.

Kontaminasi timbel

Data menunjukkan bahwa di kota Bandung, misalnya, kadar timbel di udara ambien telah mencapai di atas 2 µg/m kubik dan 30 persen anak-anak usia sekolah terkontaminasi timbel dalam darahnya melewati ambang batas atau di atas 10 µg/dl. Kondisi itu dapat menurunkan poin IQ pada anak, kelambanan pertumbuhan, dan autisme.

Pada orang dewasa, kandungan timbel dalam darah dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, gangguan fungsi ginjal, penurunan kemampuan fisik, gangguan saraf, dan keguguran kandungan.

Berdasar pemantauan udara ambien tahun 2004, warga di beberapa kota besar menikmati udara kategori baik tidak lebih dari dua bulan. Warga Jakarta bahkan hanya 18 hari menikmati udara bersih selama setahun.

Menteri Negara LH Rachmat Witoelar mengingatkan agar semua pihak terus mendukung penggunaan bensin tanpa timbel, sebagai tindak lanjut pencanangan tahun 2005 sebagai Tahun Indonesia Bebas Bensin Bertimbel. Rachmat optimis tekad tersebut dapat segera tercapai sebab pihak terkait telah sepakat, terutama Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Dewan Perwakilan Rakyat, Pertamina, industri otomotif, serta pemerintah daerah.

Upaya penghapusan bensin bertimbel di Indonesia sudah berlangsung sejak 1996. Akan tetapi hingga saat ini baru beberapa daerah yang menerima pasokan bensin tanpa timbel, yakni Jakarta dan sekitarnya (Juni 2001), Cirebon dan sekitarnya (Oktober 2001), Bali (Februari 2003), Batam (Juli 2003), dan sebagian Surabaya (September 2004).

Asisten Deputi Menneg LH Urusan Pengendalian Emisi Sumber Bergerak, Ridwan D Tamin, menambahkan bahwa tahun 2005 Indonesia memberlakukan standar emisi Euro 2 bagi kendaraan tipe baru, yang mensyaratkan penggunaan bensin tanpa timbel dan solar berkadar sulfur rendah (maksimal 500 ppm).

Sulfur solar

Menurut Ahmad, sebagian wilayah di Indonesia masih dipasok solar berkadar sulfur (belerang) tinggi, di atas 2.500 ppm. Belerang secara alami berasal dari minyak mentah, yang apabila tidak dihilangkan saat diproses di kilang, maka akan mengontaminasi bahan bakar kendaraan.

Kadar sulfur dapat merusak mesin kendaraan dan menghasilkan emisi partikulat (PM). Dalam program European Auto Oil, diperkirakan bahwa pengurangan kandungan sulfur dari 500 ppm menjadi 30 ppm akan menurunkan emisi partikulat jadi 7 %.

Emisi partikulat dapat mengganggu kesehatan masyarakat, mengakibatkan pembengkakan membran mukosa karena iritasi sehingga menghambat aliran udara pada saluran pernapasan. Penderita penyakit jantung dan paru-paru lebih rentan, terutama pada usia lanjut. (LAM)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home