Wednesday, December 14, 2005

Mendiknas: Paradigma Pendidikan Indonesia Membangun Manusia Seutuhnya

Rabu, 14 Desember 2005 9:19:00

Pekanbaru-RoL-- Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo mengungkapkan, paradigma pendidikan Indonesia saat ini adalah ingin membangun manusia seutuhnya, bukan lagi paradigma pendidikan yang hendak mambangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih besar, ini dikarenakan SDM dalam istilah sehari-harinya adalah pekerja.

"Melalui pendidikan kita tidak hanya sekedar mencetak para pekerja, tapi kita ingin mencetak manusia yang seutuh-utuhnya dari pendidikan kita tidak hanya ingin menghasilkan pekerja, kita ingin menghasilkan politisi, para cendikiawan, budayawan, sastrawan, olahragawan, alim ulama dan sebagainya," ujarnya di Pekanbaru, Selasa malam dalam Rakor pembangunan dan evaluasi pendidikan Riau.

Jadi, tambahnya yang ingin dicetak adalah manusia unggul yang lebih komprehensif bukan hanya sekedar manusia pekerja saja, kalau paradigma paradigma pekerja atau paradigma SDM yang dibangun, dikhawatirkan nanti bangsa Indonesia tidak bisa mencari pemimpin.

"Mau mencari orang Indonsia yang bisa jadi bupati, mencari anggota DPR sangat sulit, mentalnya adalah mental pekerja yang menunggu perintah, tidak berani mengambil resiko, tidak berani mengambil kebijakan. Ini sangat beresiko kalau kita hanya mencetak para pekerja saja," ujarnya lagi.

Dikatakannya lagi, manusia di dalam dirinya melekat beberapa potensi, minimal potensi yang melekat pada hatinya, pada otaknya, pada rasanya dan raganya, maka pendidikan menyangkut pada empat macam olah. "Olah hati, olah pikir, olah rasa dan olahraga," ujarnya. Potensi olah hati dibangun manusia Indonesia yang berkeimanan dan berketakwaan yang baik, memiliki asas yang mulia dan berbudi pekerti luhur. "Ini adalah masalah pendidikan mutu, bagi mana kita membangun manusia yang berhati mulia," tuturnya.

Kemudian olah pikir, melalui olah pikir diharapkan bisa dibangun manusia yang intelektual secara akademis, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. "Nampaknya selamanya ini, dengan paradigma SDM yang dipahami, pendidikan adalah sekedar olah pikir, masih mengabaikan olah-olah lainnya," tuturnya.

Sedangkan melalui olah rasa kita ingin membangun manusia yang halus perasaannya, bisa apresiatif, bisa mensyukuri dan bisa mengekpresikan keindahan, sehingga pendidikan dengan keindahan (pendidikan seni) menjadi sama pentingnya dengan pendidikan hati dengan pendidikan pikir.

Sedangkan olahraga, sangat jelas sekali, manusia hidup dengan basis fisik, kalau fisik tidak sehat, tidak bugar, bagaimana bisa memiliki produktivitas yang tinggi karenanya olahragapun menjadi sangat penting di dalam pendidikan. "Jadi kita ingin mengembangkan manusia yang komprehensif, mempunyai kecerdasan komprehensif, cerdas hati, cerdas rasa, cerdas pikir, cerdas rasa dan cerdas raga. Paradigma kita adalah seperti itu," ujarnya lagi.

Dalam kaitan itu, tambah menteri lagi, pendidik bukan lagi sekedar pengajar, tapi pendidik adalah agen pembelajaran yang membantu peserta didik yang secara mandiri mengembangkan potensi dirinya melalui olah batin, olah pikir, olah rasa dan olahraga.

Indonesia memiliki pentahapan dalam dunia pendidikan dari tahun 2005 ini sampai dengan tahun 2025. Tahun 2005-2010 adalah pentahapan modernisasi dan peningkatan kapasitas pendidikan, tahun 2010-2015 peningkatan kapasitas dan mutu pendidikan tahun 2015-2020 peningkatan mutu, relevansi dan kompetitas kemudian 2020-2025 pematangan."Tahun 2020-2025 kita bayangkan kita sudah setara dengan Singapura, dengan Korea Selatan dan dengan Jepang," ujarnya.

Ditambahkannya, kebijakan pokok pendidikan Indonesia hanya ada tiga, Indonesia harus fokus betul pada tiga kebijakan ini. Pertama meningkatkan dan memeratakan partisipasi atau akses pendidikan. "Ini permasalahan keadilan, bagaimana kita menciptakan keadilan dalam pendidikan, dengan memeratakan dan meningkatkan akses pendidikan," ujarnya.

Kedua, mewujudkan pendidikan masyarakat yang bermutu, berdaya saing, relevan dengan kebutuhan masyarakat. "Kuncinya adalah tetap mutu, daya saing dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, output pendidikan yang kita cetak adalah bermutu, relevan dan berdaya saing," ungkapnya.

Ketiga, mewujud sistim pengelolaan pendidikan yang efisien, efektif, akuntable dengan menekankan pada peranan desentralisasi dan otonomi pendidikan disetiap jenjang pendidikan di masyarakat dan meningkatkan citra publik. "Konon kabarnya, menurut media, sektor pendidikan adalah sektor terkorup kedua setelah sektor agama, ini harus kita balik, kita harus rubah opini publik semacam itu. Sektor agama, pendidikan menjadi sektor yang paling bersih dan paling akuntable" ujarnya lagi.ant/mim

0 Comments:

Post a Comment

<< Home